Perindang Kristus

Tuesday, December 28, 2010

Seorang Anak Anugerah Tuhan-Keajaiban Jasmaniah

Hansye Pakaya (47 tahun) adalah seorang pria kelahiran Purworejo, Jawa Tengah. Pada usia 25 tahun, ia berjumpa dengan Wati ketika mereka masih sama-sama belum mengenal Tuhan Yesus secara pribadi. Pertemuan itu meningkat menjadi berpacaran hingga pernikahan pada bulan Maret 1980, di Jakarta. Hansye memasuki bahtera rumah tangga dengan fondasi yang labil karena ia dilahirkan di tengah keluarga berantakan. Wati pun demikian. Selama 2 tahun usia perkawinan mereka yang tidak membuahkan anak telah menciptakan suasana panas di dalam keluarga. Masalah anak sering memicu pertengkaran di antara mereka.

Sementara itu, mereka terus berusaha mendapatkan anak. Mereka telah mendatangi setiap dokter yang ahli. Mereka sudah melakukan apa pun tetapi tidak membuahkan hasil. Namun, pemeriksaan kandungan Wati dengan teropong laparaskopi justru menemukan kelainan pada indung telurnya. Kandungan itu tertutupi dengan suatu selaput yang diduga menyebabkan Wati sulit untuk hamil. Ia tidak seperti wanita normal lain yang bisa mengalami haid sebulan sekali. Wati mengalaminya hanya setahun sekali bahkan pernah tidak sama sekali. Oleh sebab itu, dokter menyarankan tindakan operatif untuk mengupas selaput tersebut. Operasi itu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Dalam keadaan itu, mereka merasakan bahwa tidak seorang pun dapat menolong mereka keluar dari masalah ini. Wati selalu cemas mengenai hidupnya. Sebagai seorang wanita, ia merindukan kehadiran seorang buah hati yang menjadi sumber sukacita di dalam rumah tangganya. Kecemasan ini telah menggodanya untuk mencari pertolongan dari seorang dukun ke dukun lainnya. Selain meminta pertolongan dukun, ia juga memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui perkembangan kandungannya. Namun, sayang sekali, semua usaha tersebut tetap tidak membuahkan hasil. Wati kecewa bukan hanya sekali tetapi sudah berkali-kali. Ia merasa tertekan, putus asa, dan tidak tahu harus berbuat apa lagi.

Keadaan keluarga itu tidak kunjung membaik. Pertengkaran sengit semakin sering terjadi. Keluarga muda ini nyaris berakhir dengan perceraian. Bahkan sebagai pelarian, Hansye sempat menjalin hubungan dengan seorang wanita, rekannya sekantor selama 1 tahun. Ia juga sering mengunjungi tempat-tempat hiburan untuk bersenang-senang. Bonus THR-nya dihabiskan di meja biliar yang semakin memperlebar jarak antara Hansye dan Wati. Di tengah keputusasaannya, Hansye diundang rekan sekantornya untuk mengikuti sebuah kebaktian. Hansye seorang penganut Kristen KTP (Kristen Tanpa Pertobatan) dan hatinya mulai terusik. Cerita-cerita rekannya tentang Yesus membuatnya ingin mencari kasih Tuhan.

Hansye menerima ajakan rekannya untuk mengikuti kebaktian itu, dengan suatu kesadaran yang terasa berbeda. "Di sini aku merasakan sukacita dan damai sejahtera," ungkap hatinya. Ia meresapi setiap kidung pujian dan doa-doa dengan sepenuh hatinya. Pada saat itu, ia sudah mengalami jamahan kuasa Tuhan yang mengalirkan kasih-Nya. Ia pun bertobat pada tahun itu juga, 1984. Sekarang, ia tidak lagi mengalami ketakutan yang ia rasakan selama ini, meskipun sekiranya Tuhan bermaksud tidak akan memberi dia seorang keturunan.

Sejak saat itu, ia senantiasa mengikuti kebaktian di gereja meskipun secara sembunyi-sembunyi. Namun akhirnya, istrinya juga mengetahui bahwa hampir setiap hari Minggu ia beribadah di gereja. Wati kurang senang melihat Hansye aktif ke gereja. Ia berusaha menghalangi Hansye dengan segala cara, misalnya dengan menyembunyikan sepatunya. Namun, Hansye yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat hidupnya, tidak marah atas perbuatan istrinya.

Akhirnya, meskipun Hansye tidak jadi ke gereja, perubahan pada sikapnya itu membuat Wati heran. Wati mulai berpikir, "Apakah yang terjadi pada suamiku? Apakah yang ia lakukan? Apa yang ia dapatkan di gereja itu? Apakah yang diajarkan gereja sehingga suamiku berubah?"

Kemudian, Hansye mengajak Wati untuk menyertai dia pergi ke gereja. Karena Hansye sudah berubah, Wati pun bersedia mengikuti ajakan suaminya. Namun, Wati ternyata berpikiran lain, "Aku akan menguji suamiku." Wati menganggap bahwa apa pun yang didengarnya di gereja tidak akan bisa memengaruhi dirinya. Selama di gereja itu, ia selalu berusaha memengaruhi suaminya agar tidak memercayai setiap kata-kata sang pengkhotbah. "Bohong, itu bohong," demikian selalu kata Wati.

Namun pada suatu hari, pemberitaan firman Tuhan tentang kebaikan dan kasih Tuhan telah menjamah dan meluluhkan hati Wati. Ia dapat merasakan betapa Tuhan sangat mengasihi dirinya, bahkan Ia rela menyerahkan hidup-Nya untuk Wati. Pada saat itu, Wati menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Ia berdoa dengan berlinangan air mata, "Tuhan, saya mohon pengampunan-Mu atas dosa-dosa yang saya telah lakukan. Saat ini saya bersedia menerima apa pun yang Tuhan berikan kepadaku. Dalam nama Yesus. Amin." Sejak saat itu, Hansye dan Wati mengalami kehidupan baru di dalam Tuhan. Mereka menyerahkan segala kerinduan akan seorang buah hati kepada Tuhan. Kecemasan yang melanda jiwa Wati selama ini telah terobati. Ia tidak lagi takut menghadapi kelainan pada kandungannya. Mereka telah mengubur masa lalu itu dalam-dalam.

Setelah pertobatan itu, keduanya justru tidak pernah lagi berusaha mendapatkan anak, tidak berkunjung ke dokter, apalagi pergi ke dukun. Mereka tidak lagi takut jikalau Tuhan tidak bermaksud memberikan mereka seorang anak. Iman dan perbuatan mereka berjalan berdampingan. Hansye dan Wati sekarang sudah yakin. "Dalam keadaan ini kita harus beriman bahwa Tuhan sanggup mengadakan mukjizat pada kandunganmu," ungkap Hansye kepada istrinya. Mereka terus menjalani kehidupan dengan damai sejahtera.
Seiring pergantian hari, Tuhan tidak melupakan pekerjaan tangan-Nya. Ia menyertai kedua pasangan ini untuk masuk ke dalam rencana-Nya yang indah. Hansye dan Wati dilibatkan dalam berbagai kegiatan pelayanan. Pada suatu hari, Wati melayani orang-orang yang memunyai masalah seperti dirinya. Wati hanya bisa berserah dan berdoa kepada Tuhan, "Tuhan, aku bersedia menjadi saksi-Mu. Tetapi, bagaimana aku bisa bersaksi jikalau kami belum pernah mengalami punya seorang anak? Tuhan, aku meminta Engkau mengadakan mukjizat di dalam kehidupan rumah tangga kami. Janganlah permalukan hamba-Mu ini, Tuhan."

Setelah beberapa tahun menantikan kehadiran anak, akhirnya mereka berserah kembali di dalam doa, "Tuhan, jikalau Engkau tidak memberikan anak, itu tidak mengapa. Kami akan mengangkat seorang anak sebelum kami pindah rumah." Mereka berharap akan sudah memiliki seorang anak angkat sehingga para tetangga mereka yang baru tidak akan mengetahui asal usul anak itu. Mereka merasa iba jikalau anak itu kelak harus bergumul dengan asal-usulnya.

Tuhan selalu bertindak tepat sesuai waktu-Nya. Ia tidak pernah terlambat atau terlalu cepat menyatakan mukjizat-Nya kepada mereka yang percaya. Pada saat Hansye dan Wati berniat untuk mengangkat seorang anak, Tuhan melakukan sesuatu. Sekitar tiga bulan setelah mereka berdoa dan bersiap-siap untuk pindah, Tuhan melakukan sesuatu pada kandungan Wati. Pada saat itu, mereka tidak menyadari pekerjaan Tuhan sedang terjadi di tengah mereka. Perut Wati tampak semakin membesar tanpa ia menyadari apa yang sedang terjadi pada dirinya. "Ada apa dengan perutku," pikirnya. "Jika aku hamil, mengapa aku tidak merasakan mual-mual, pusing, ataupun mengidam seperti layaknya seorang wanita hamil?"

Penantian yang begitu lama telah membuat mereka trauma untuk mengunjungi dokter kandungan, khususnya Wati yang enggan memeriksakan diri ke dokter. Namun, Hansye sempat mengetahui terdapat tempat praktik dokter kandungan ketika ia mengendarai mobil dari tempatnya bekerja. Tanpa berpikir panjang dan tidak menunggu persetujuan istrinya, ia segera mengarahkan mobilnya untuk memeriksakan keadaan istrinya di sana. Akhirnya, meskipun dengan agak terpaksa, Wati bersedia diperiksa dokter kandungan tersebut.

"Dokter, saya merasakan sesuatu yang aneh di dalam perut saya. Mengapa bentuk permukaan perut saya tampak lain? Saya tidak mengetahui apakah tanda-tanda seorang sedang hamil," ungkapnya kepada sang dokter dengan penuh rasa ingin tahu.
Setelah ia diperiksa, dokter mengatakan, "Jika seperti ini, ada dua kemungkinan, kalau bukan tumor kandungan, ya kehamilan." Menanggapi diagnosis itu, Hansye dan Wati hanya bisa berdoa dan berserah kepada Tuhan. Jika hasilnya tumor, itu tentu saja tidak pernah mereka harapkan. Namun, jika hasilnya Wati positif hamil, tentu saja ini merupakan kabar yang sangat menggembirakan mereka. Namun, pengalaman menyedihkan setelah sekian lama membuat mereka tidak berani terlalu berharap kehadiran seorang anak.

Pada keesokan harinya mereka datang kembali untuk mengetahui hasil pemeriksaan itu. Keduanya duduk di deretan kursi ruang praktik dokter, menunggu giliran dipanggil dengan perasaan tegang. Pertanyaan: "bagaimanakah hasilnya?" senantiasa terngiang di telinga masing-masing.

Suara seorang suster mengejutkan mereka, "Ibu Wati Pakaya!"
"Ya, saya!" jawab Wati dengan harap-harap cemas. Wati dan Hansye segera masuk ke ruang dokter. Wati melangkah masuk sambil berdoa, "Tuhan, aku percaya kepada-Mu, apa pun yang Engkau berikan, pasti yang terbaik bagiku."
"Silahkan duduk!" dokter mempersilakan mereka duduk.
"Terima kasih, Dokter. Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya mereka dengan harap-harap cemas.

Dengan tenang dokter menginformasikan hasil USG itu, "Sekarang Bapak dan Ibu harus bersyukur. Yang berada di dalam kandungan bukan tumor, tetapi seorang bayi. Ibu Wati telah mengandung 3,5 bulan."
Kata-kata itu bagaikan hujan di tengah kemarau panjang. Keduanya menangis haru dan mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan. "Terima kasih, Tuhan. Engkau sungguh Allah yang berkuasa. Engkau tidak pernah melalaikan janji-Mu kepada kami." Mereka begitu merasakan kuasa Tuhan. Kasih Tuhan Yesus sungguh besar. Mereka pun pulang dengan penuh sukacita.

Sepanjang 6 bulan berikutnya mereka tidak berhenti berdoa agar Tuhan memelihara kehamilan itu. Mereka menyadari tantangan masa kehamilan itu mengingat keadaan Wati yang sudah cukup berumur, usia di atas 30 tahun. Kehamilan itu cukup berisiko tinggi, mengingat tekanan darah Wati juga sangat tinggi.
Mereka melalui hari-hari penantian itu dengan penuh sukacita. Tuhan senantiasa menyatakan kasih-Nya kepada keluarga ini. Hansye dan Wati sangat merindukan seorang keturunan, yang bukan hanya menjadi berkat bagi keluarga ini, tetapi juga menjadi berkat bagi banyak orang. Oleh sebab itu, mereka selalu mendoakan anak itu sejak ia masih dalam kandungan.

Ketika mereka menanyakan nama untuk anak itu, mereka beroleh pernyataan dari Tuhan bahwa nama anak itu ialah Mikha. Dalam kitab Perjanjian Lama, Mikha seorang nabi yang memberitakan kepada bangsa Israel bahwa Tuhan adalah Allah Pengasih, namun Ia juga sangat membenci dosa. Ia juga memberitakan anugerah pemulihan dari Tuhan bagi bangsa itu. Pemberian nama ini diteguhkan seorang penatua gereja setempat, yang juga mendapatkan pernyataan sama dari Tuhan mengenai nama anak itu.

Pada pagi hari 2 September 1988, ketika usia kandungan Wati sudah mencapai 8,5 bulan, Hansye kembali mengantarkan Wati ke rumah sakit dalam rangka pemeriksaan kandungan. Namun tanpa diduga sebelumnya, karena keadaan kandungan Wati, ia diharuskan untuk segera menjalani operasi untuk mengeluarkan bayi. Dokter mengatakan, "Bayi di dalam perut Ibu harus segera dilahirkan, sebab jika menunggu, ketuban yang airnya mulai mengering bisa pecah dan jika ini terjadi bisa sangat membahayakan bayi Ibu." Padahal, mereka berharap bayi itu bisa dilahirkan dengan prosedur normal tanpa operasi. Pada saat itu, seorang suster juga menyarankan agar Wati segera menjalani operasi.

Akhirnya, Hansye menerima, "Ya, baiklah, jika Tuhan memang menghendaki operasi ini," ungkapnya dengan penuh penyerahan kepada Tuhan.

Setelah persiapan segala sesuatu dengan cukup cepat dan kesehatan Wati dianggap siap secara medis, operasi itu pun segera dilaksanakan. Hari itu merupakan peristiwa bersejarah bagi pasangan ini. Wati dibawa masuk ke ruangan operasi pada pukul 09.00. Ia merasa tegang bercampur bahagia karena akan segera dapat memeluk buah hatinya. Ia akan mencurahkan segala perhatian dan kasih sayangnya kepadanya. Sementara itu, Hansye tak kalah tegang menunggu di luar ruang operasi. Namun, hatinya meluap dengan sukacita karena anak mereka, yang kehadirannya sudah mereka tunggu selama bertahun-tahun akan segera dilahirkan pada hari itu.

Akhirnya, pada tanggal 2 September 1988, sekitar pukul 11.00, dokter keluar dari ruang operasi dan memberitakan kabar yang luar biasa indah kepadanya. "Pak Hansye, selamat! Anak laki-laki Bapak telah lahir dengan selamat. Istri Bapak juga selamat!" kata dokter sambil menjabat tangan Hansye.

Hansye sangat bersukacita mendengar berita itu. Ia segera menaikkan rasa syukur dan pujiannya kepada Tuhan. Sesungguhnya, meskipun mereka tidak merencanakannya, ia percaya bahwa Tuhan sudah menetapkan waktu yang terbaik untuk mereka. Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Allah dan terpanggil sesuai dengan rencana-Nya. Beberapa saat kemudian, Wati keluar dari ruang operasi itu, masih dipengaruhi efek anestesi. Hansye melihat sukacita terpancar di wajah istri yang dikasihinya. Wati masih harus dirawat selama seminggu setelah melalui saat-saat yang kritis itu.

Mikha kini telah hadir di tengah keluarga itu, yang mereka percayai sebagai berkat Tuhan bagi mereka. Mikha menjadi tumpuan kasih sayang mereka dan akan menjadi alat Tuhan untuk memberitakan kasih dan keadilan Tuhan kepada banyak orang. Mereka menyadari bahwa Allah sungguh berkuasa memberikan seorang anak yang bagi manusia tidak mungkin. Wati yang diketahui memiliki kelainan kandungan, kini telah melahirkan anak kandung mereka sendiri. Tanda-tanda bekas jahitan itu telah membuktikan bahwa Allah berkuasa membuka selaput kandungan itu tanpa tindakan operasi.

Tuhan sudah mengadakan mukjizat dan Ia juga telah memulihkan keluarga yang semula hancur ini. Allah sudah menganugerahkan seorang anak dengan cara yang unik. Oleh sebab itu, mereka tidak putus-putusnya mengucap syukur dan memercayakan hidup mereka kepada Tuhan.

Kini, Hansye melayani di Yayasan Abbalove Ministry, di bagian yang menangani produksi kaset-kaset khotbah untuk didistribusikan ke toko-toko dan gereja-gereja lokal. Wati juga melayani Tuhan bersama sang suami di yayasan yang sama. Sedangkan Mikha sudah bertumbuh menjadi seorang remaja pencinta Tuhan; ia aktif dalam pelayanan di gereja. Pada saat ini, ia bersekolah di SMP Tunas Bangsa Sunter, Jakarta. Keluarga ini aktif bersama-sama melayani Tuhan di sebuah gereja lokal di Jakarta. Tuhan sudah menempatkan mereka sebagai saluran berkat-Nya bagi orang-orang yang membutuhkan jamahan kasih Tuhan dalam hidup mereka.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku:10 Mukjizat yang Terjadi pada Orang Biasa
Penulis :Hansye dan Wati Pakaya
Penerbit:CBN Indonesia, Jakarta 2001

Penyertaan Tuhan Yesus Kristus bagi yang Masih Bimbang-Keajaiban Jasmaniah

Tanggal 10 November 2007 kira-kira pukul 16.00 WIB, saya memerbaiki genteng rumah yang bocor. Tapi karena saya kurang hati-hati, saya terpeleset dan meluncur ke bawah dengan posisi duduk mundur, terus ke kanopi, dan jatuh ke jalan (paving block) dengan posisi terduduk dan kemudian terhempas ke belakang (punggung menghempas ke jalan). Setelah itu saya tidak bisa bangun -- duduk, apalagi berdiri.

Saya berteriak, kemudian ditolong oleh anak saya, Kevin, dan keponakan saya, Indra -- yang pagi harinya baru saja tiba dari Malang. Saya menelepon istri dan membawa saya ke rumah sakit tulang. Di sana, saya dirontgen dan dirujuk MRI di RSSI. Hasil rontgen menunjukkan ada tiga bagian tulang saya yang terganggu: tulang punggung T12 retak (kompresi), tulang ekor terdorong ke depan, dan tulang duduk kanan retak. Saya diberi obat tulang, antiradang, dan pengurang rasa sakit. Kemudian deskripsi diagnosis dokter RSSI atas hasil MRI mengatakan bahwa pada tulang punggung saya, T11 dan T12, telah terjadi radang (sponsdilitis).

Selanjutnya, dokter tulang mencari jenis radang tersebut dan akhirnya berkeyakinan bahwa itu adalah radang TBC tulang, walaupun dokter saraf meragukannya. Mulai tanggal 18 November 2007, saya diberi pengobatan anti-TBC. Setelah 2 minggu, dokter tulang merencanakan operasi tulang punggung untuk membersihkan radang dan akan memasang pen pada dua ruas di atas T12 dan dua ruas di bawahnya. Ini akan menyebabkan saya cacat tulang punggung (kaku, tidak fleksibel, tidak bisa membungkuk lagi seumur hidup). Di samping itu, obat anti-TBC yang saya konsumsi memunyai efek samping -- terganggunya fungsi hati dan rasa mual yang amat sangat.
Tanggal 18 November 2007, saya mulai dirawat dengan obat anti-TBC. Sejak itu, penderitaan dimulai. Saya merasa mual yang amat sangat dari pagi hingga malam, rasa nyeri/sakit pada tulang yang retak, sakit dari otot, dan daging yang memar akibat jatuh. Saya merasa jenuh dan hampir putus asa. Saya coba untuk menaikkan pujian "Mujizat itu Nyata", tapi lama-lama saya merasa bosan dan berhenti. Saya berdoa agar Tuhan memberi kelegaan, pertolongan, dan menyembuhkan saya. Tapi karena tidak ada perubahan apa-apa, maka doa saya pun menjadi pendek: "Tuhan Yesus, tolong saya. Tuhan Yesus, tolong saya." Itu pun lama-lama menjadi lebih pendek lagi: "Tuhan Yesus, Tuhan Yesus ...." Dan akhirnya berhenti sama sekali. Saya sadar dan merasakan bahwa saya ini tidak ada artinya di hadapan Tuhan. Jika saja Tuhan Yesus menolak saya dengan mengatakan: "Hai, siapakah kamu? Aku tidak mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku!", maka pastilah saya sudah tamat! Tetapi Tuhan itu sangat baik. Tiba-tiba, saya mendapatkan pengertian dan saya percaya bahwa ini adalah karya Roh Kudus.


1. Saya mendapat rhema dari firman Tuhan yang intinya mengatakan bahwa apabila kita bertobat dan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi kita, maka kita diselamatkan oleh-Nya dan dijadikan anak-Nya. (Yohanes 1:12)
2. Saya diingatkan status saya sebagai seorang anak. Apa pun yang saya butuhkan, saya bisa memintanya dari orang tua saya. Bahkan jika saya lapar, maka saya bisa langsung mengambil tindakan: pergi ke dapur, mengambil piring dan sendok, membuka lemari, mengambil makanan, dan menikmati makanan itu sampai kenyang. Dengan demikian, saya bisa menolong diri saya sendiri dengan menggunakan fasilitas orang tua saya. Seharusnya demikian pula dengan fasilitas yang telah diberikan bagi saya dari Bapa Surgawi.
3. Pujian yang dinaikkan oleh KW pada saat membesuk saya, kata-katanya menguatkan sekali: "Ku tak akan menyerah pada apa pun juga, sebelum kucoba semua yang kubisa ...!
Ketiga hal tersebut mendorong saya untuk melakukannya saat itu juga. Lalu saya berdoa dan menggunakan "fasilitas surgawi", yaitu kuasa kasih Tuhan Yesus Kristus yang memulihkan dan memberi kelegaan. Lalu, saya mengucapkan kata-kata berikut: "Kuasa kasih Tuhan Yesus Kristus, turunlah dari surga melingkupi saya. Merekatkan tulang-tulang saya yang patah dan retak, menguatkannya, menyembuhkan luka-luka saya, dan mengangkat kuman-kuman penyakit yang ada di tubuh saya." Saya mengulangi kata-kata tersebut sambil mengangkat tangan.
Tiba-tiba, saya merasakan sesuatu terjadi. Dimulai dari sekitar tulang ekor saya -- kulit bagian luar merinding disertai rasa panas. Terus melebar sampai ke dada dan paha. Ini berlangsung sekitar 10 -- 15 detik, sampai-sampai suatu saat saya merasa seperti terangkat dari tempat tidur! Saya tidak merasakan sentuhan punggung saya dengan alas tidur saya. Rasanya panas seperti berendam di "whirpool" air panas! Semua rasa sakit pada tulang, otot, dan daging yang memar hilang! Rasa jenuh, bosan, dan putus asa, hilang! Yang ada gembira, sukacita, dan penuh semangat!


Baru saya sadari bahwa itulah penyertaan Tuhan untuk saya. Sambil menangis, saya mengucap syukur kepada Tuhan karena tidak meninggalkan saya. Dia mengasihi saya. Itulah mukjizat yang pertama, dan malam itu pun saya bisa tidur nyenyak. Keesokan harinya, pagi-pagi saya sudah bangun dan setelah diseka (pengganti mandi), saya merasa lapar. Telur rebus yang biasanya selalu saya tolak, pagi itu saya lahap habis. Sarapan biasanya hanya dua sendok, pagi itu habis setengah porsi. Begitu juga makan siang dan makan malam, saya bisa makan lebih banyak, termasuk buah-buahan. Hal ini merupakan hal yang aneh, karena sebelumnya saya selalu merasa mual.

Tanggal 5 Desember 2007, saya diperiksa di SGH dan ditangani Prof. Tan Seang Beng, Direktur Departemen Bedah Orthopedi SGH. Di sana, gambar hasil MRI saya dinilai jelek mutunya sehingga beliau tidak dapat mengambil kesimpulan dan saya harus dirontgen ulang, dan apabila hasil rontgen ulang masih meragukan, maka saya harus mengulang MRI di SGH. Dari hasil rontgen ulang dan pemeriksaan fisik, dokter Tan menyatakan bahwa yang saya alami adalah fraktur tulang biasa dan itu pun hanya terjadi pada T12, sementara ruas lainnya normal. Beliau mengatakan dengan tingkat keyakinan 95 persen bahwa dalam waktu 3 bulan, tulang saya bisa pulih kembali dan setelah 3 bulan, saya harus diperiksa ulang. Mengenai radang tulang, beliau menyatakan tidak melihat hal tersebut, hasil rontgen saya bersih. Lalu saya dirujuk ke dokter ahli penyakit infeksi.
Tanggal 7 Desember 2007, saya diperiksa dokter ahli penyakit infeksi (Dr. Asok Kurup). Semua hasil MRI dan rontgen diperiksa ulang. Lagi-lagi beliau menyatakan tidak melihat adanya radang tulang apa pun dan beliau menyatakan agar obat anti-TBC yang saya konsumsi dihentikan. Saya masih penasaran dan menanyakan apakah masih ada cara lain yang lebih meyakinkan? Beliau menyebutkan: periksa darah lengkap termasuk TB Serology Quantiferon dan pemeriksaan cairan tulang belakang. Pemeriksaan cairan tulang belakang tidak disarankan karena beliau sudah yakin dari gambar rontgen. Karena ingin lebih yakin, maka saya menjalani tes darah lengkap. Lima hari kemudian, Dr. Asok Kurup mengirim email dan menyatakan bahwa tes TB Serology Quantiferon atas darah saya hasilnya ... negatif! Dari batas > 0,35 IU/ml, darah saya hanya 0,12 IU/ml. Artinya, saya tidak menderita TBC tulang! Tuhan telah mengangkat apa yang dikatakan oleh dokter tulang sebagai radang TBC tulang. Dengan demikian, saya bisa menghentikan pengobatan anti-TBC dan tidak perlu operasi tulang belakang.


Keraguan atas penyertaan dan pertolongan Tuhan merupakan tanda bahwa kita kurang memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan. Ini harus diperbaiki. Ingatlah akan Imanuel, sungguh benar bahwa Tuhan kita tidak pernah meninggalkan kita, ini sesuai dengan janji-Nya: "Aku akan menyertai kamu sampai kepada akhir zaman." Mukjizat Tuhan itu nyata. Pertolongan Tuhan bagi anak-anak-Nya adalah pasti. Yang perlu kita lakukan hanyalah percaya dan tetap berserah kepadanya. Allah memiliki waktunya sendiri.

Kiriman dari: Frigard Harjono

Thursday, December 23, 2010


SELAMAT ARI KRISMAS

&

SELAMAT TAUN BARU


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Merry Christmas samoa. Arap ke Xmas taun tu maie kita pengaga ati enggau bala kaban serta bala sebilik kita, Apai enggau indai. Lantang ati belama semampai dalam berkat serta ibun dalam jari Tuhan Jesus Kristus. Amen.

Besampi kitai ba taun baru tu ambi Tuhan nyaup nama utai ti di pinta kitai ari iya.
( Luke 11:9 )

Tuhan merekat kita samoa!


























Wednesday, December 22, 2010

Rapture: Kesaksian Fiona

Shalom sdr/sdri kekasih di dalam Tuhan Yesus,


Saya mau menyaksikan apa yang dialami oleh anak saya Fiona, beberapa waktu lalu. Fiona adalah anak pertama kami, yang belum genap berusia 6.5 tahun.


Pada tanggal 2 Agustus 2007 Kamis sore, mendadak anak saya panas tinggi, dan sesudah di kasih obat panas Calapol Forte, agak turun, tetapi panasnya naik kembali, sehingga kami harus memberi obat panas tsb setiap 6 jam sekali.


Tanggal 3 Agustus 2007 Jumat pagi, kami membawa anak kami ke dokter umum (karena dokter anak langganan kami sedang cuti), dan diberikan antibiotik (4 kali sehari) dan obat batuk.


Ternyata sampai hari Minggu malam, 5 Agustus 2007, panasnya tetap tinggi, sehingga setiap 6 jam sekali harus minum obat panas.

Pada hari Sabtu, kita mempunyai planning untuk membawa anak kami ke dokter anak langganan kami pada hari Senin pagi tanggal 6 Agustus 2007.


Nah, kejadiannya di Sabtu malam itu, Fiona bermimpi diajak ke surga oleh Tuhan Yesus. Fiona sempat cerita ke istri saya mengenai mimpinya tersebut dan istri saya menjadi agak takut, di tengah panas yang turun naik setiap 6 jam sekali tersebut, karena apakah itu artinya anak kami akan dipanggil Tuhan.


Akhirnya sesudah saya pulang dari gereja tanggal 5 Agustus, saya mengajak Fiona bicara mengenai mimpinya tersebut dan ini adalah kisah percakapan kami.



===============================================================


Saya : Fio, katanya semalam kamu mimpi ya.


Fio : Iya papi, mimpinya indah sekali. Fio tidak pernah mimpi yang seindah ini


Saya : Mimpi apa, Fio?


Fio : Kan aku ceritanya lagi pergi keluar, pingin beli apel buat mami, eh di tengah jalan, aku ketemu sama Tuhan Yesus yang lagi naik keledai (dia tidak berkata kuda, tapi keledai, padahal kalau ke puncak, dia suka naik kuda). Nah, aku diajak Tuhan Yesus duduk di pangkuannya dan kami langsung terbang ke surga.


Saya : Terus di surga ada apa Fio?


Fio : Di surga bagus sekali papi. Aku di kasih tempat tidur sama Tuhan. Aku disuruh pilih mau warna apa, karena aku suka warna biru, jadi aku pilih warna biru. Tapi birunya bagus sekali papi, karena birunya mengkilap.


Saya : Terus ada apa lagi Fio


Fiona : Tuhan Yesus juga punya tempat tidur. Tempat tidurnya ada tiga.


Saya : Loh kok ada tiga, Fio?


Fiona : Iya papi. Satu buat Tuhan Yesus, 2 lagi untuk murid yang di kasihiNya, yaitu Petrus dan Yohanes. Ranjangnya bagus papi. Semuanya mengkilap. Juga ada batu-batu permatanya.


Saya : Terus ada apa lagi, Fio


Fiona : Ada kursi Tuhan Yesus. Bagus sekali. Warnanya Okker (Orange) dan banyak dihiasi batu-batu permata, warna batunya biru, hijau, kuning, merah muda, dan ungu. (Wahyu 21:11, 18-21)


Juga ada banyak malaikat terbang di sekeliling Tuhan Yesus, sambil terus memuji Tuhan. (Wahyu 5:11-12)


Saya : Tuhan Yesusnya seperti apa, Fio?

Fiona : Tuhan Yesusnya berkumis sedikit, juga berjanggut. Bajunya putih sekali dan sangat mengkilap. Wajahnya bersinar terang sekali seperti matahari. (Wahyu 21:23)

Saya : Terus Fiona pakai baju apa?

Fiona : Aku juga pakai baju putih papi, mengkilap dan bagus sekali (Wahyu 19:8). Dibandingkan baju pesta mami, baju aku lebih bagus (istri saya punya baju pesta warna putih yang belum lama dibeli)

Saya : Terus ada apa lagi Fio?

Fiona : Di surga juga ada makanan papi. Ada ayam goreng. Aku makan nasi, sama wortel, kentang, jagung, dan sayur sop. Yang masak Om Yohanes, papi. Yang nyiapin piring: Om Petrus. (mungkin Fiona Cuma kenal sama Petrus dan Yohanes)Seumur hidup aku tidak pernah makan makanan yang seenak ini papi (Wah ini mungkin makanan dalam perjamuan kawin Anak Domba - Wahyu 19:9).

Terus Tuhan Yesus juga banyak binatang peliharaan. Ada kuda, kelinci, domba, kambing, harimau, singa.

Saya : Terus, harimaunya galak tidak Fio?

Fiona : Tidak papi, semuanya tidak galak, tapi jinak-jinak. (Back to Eden nih)

Saya : Terus ada apa lagi, Fio?

Fiona : Di surga juga ada kolam renang papi. Kalau aku berenang, aku tinggal bilang tenggelam, aku langsung tenggelam. Kalau aku bilang terapung, langsung terapung. Di surga juga ada mobil papi, bangkunya 4 baris. Kalau aku bilang klakson, mobilnya langsung klakson. (wah, semuanya dikendalikan oleh Firman!)

Saya : Memangnya kenapa mesti klakson Fio, memangnya di surga ada orang yang nyebrang?

Fiona : Bukan papi. Kalau udah sampe rumah, aku tinggal bilang, mobil klakson dan dia langsung klakson. Terus pagar rumahnya terbuka sendiri. (di surga ada rumah buat kita ya, spt yang di sebutkan dlm buku Heaven is so Real dari Choo Thomas). Terus juga ada sepeda, tempat duduknya 5 baris. Tapi sepeda Tuhan Yesus ada 6 baris. (wah sepeda tandem dong). Terus di surga juga ada banyak buku papi. Ada nama orangnya. Bukunya tebel ada 50 halaman. Di dalamnya ditulis semua perbuatan kita, baik yang benar maupun yang jahat. (Wahyu 20:12)

Saya : Terus di surga ada siapa lagi Fio?

Fio : Ada dede Bryan papi (anak kami yang berumur 5 tahun). Juga ada papi dan mami. Cuma papi dan mami sudah tua dan ceritanya sudah meninggal (lega juga mendengar ada kami di surga, itu artinya Fio bukan mau di panggil pulang ke surga sekarang, tapi dia hanya menerima mimpi / penglihatan dari Tuhan). Terus Fio disuruh Tuhan kembali lagi ke dunia. Padahal aku sebenarnya lebih suka di surga, papi.

Saya : Itu artinya Fio harus kembali ke dunia dan memberitakan ke semua orang bahwa Tuhan Yesus baik dan supaya setiap orang boleh percaya sama Tuhan Yesus, supaya bisa diselamatkan dan masuk ke surga.

Fiona : Iya papi.

Saya : Terus ada apa lagi, Fio?

Fiona : Papi, di surga semua benda mengkilap papi. Apapun warnanya sangat bagus, karena semuanya mengkilap. Tapi ada satu benda yang tidak mengkilap papi.

Saya : Benda apa tuh Fio?

Fiona : Kayu salib papi. Warnanya coklat tua dan tidak mengkilap.

Saya : Kok tidak mengkilap, Fio?

Fiona : Iya papi, karena kayu salib itu mengandung dosa manusia! (saat itu mataku langsung berair. Aku sangat terharu dan aku merasakan kasih Tuhan yang begitu besar mengalir dalam hatiku dan aku sangat mengucap syukur buat mimpi yang Tuhan berikan kepada anakku)

Saya : Terus ada apa lagi, Fio?

Fiona : Di surga aku minta maaf sama Tuhan Yesus, papi

Saya : Emangnya kenapa, Fio?

Fiona : Iya, kan dulu aku pernah bilang Tuhan Yesus jahat (memang saya ingat Fiona pernah bilang Tuhan jahat, waktu dia sakit batuk pilek, lama sekali tidak sembuh-sembuh, walaupun kita sudah tiap hari berdoa). Tapi papi, waktu Fio di surga aku tahu dan aku bisa rasakan bahwa Tuhan Yesus baiiiiiik sekali sama aku.

Saya : Iya Fio, memang Tuhan Yesus sangat baik buat kita.

Demikianlah akhir dari cerita mimpi anak kami tersebut.

Jakarta, 6 Agustus 2009,

Shalom sdr/sdri kekasih di dalam Tuhan Yesus,

Pada bulan Agustus 2007, anak kami Fiona diberi penglihatan mengenai surga dan neraka. (posting sebelumnya).

Beberapa bulan lalu (Mei 2009) Fiona kembali mendapatkan mimpi. Kali ini mengenai Rapture (Pengangkatan Orang Percaya). Berikut isi kisahnya.

Fiona : "Papi semalam aku mimpi pi"

Papi : "Mimpi apa Fiona"

Fiona : "Aku lagi tidur dan tiba-tiba terbangun dan aku ketemu Tuhan Yesus." Tuhan bilang,"Hai Fiona", terus aku jawab,"Hai Tuhan Yesus". "Kemudian aku diangkat ke langit dan ada seperti asap dan aku lihat ada seperti TV, tapi tidak terang seperti TV" (Tahulah aku bahwa Fiona sedang dikasih penglihatan oleh Tuhan)

Papi : "Terus apa yang kamu lihat Fio?"

Fiona : "Aku melihat ada orang-orang yang keluar dari dalam tanah dan diangkat ke langit. Tapi pi, tanahnya tidak rusak, jadi orang-orang tsb seperti keluar begitu saja dari dalam tanah. Tidak seperti kalau kita keluar dari selimut, kan selimutnya jadi berantakan. Terus aku juga lihat teman-temanku yang baik juga diangkat ke langit." (anakku sekolah di sekolah Kristen, jadi selain baik, mereka sudah mengenal dan menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat tentunya). "Juga aku melihat Papi, Mami, Bryan, dan Floren diangkat ke langit."

"Terus pi, orang-orang yang tidak ikut diangkat pada berpesta, makan dan minum. Ada makanan, buah-buahan melon, anggur, juga ada minuman anggur. Ada juga seorang raja yang pakai baju ungu dan duduk di kursi raja yang terbuat dari emas."

Papi : "Terus apa yang terjadi Fio?"

Fiona : "Kemudian Tuhan Yesus datang ke bumi, bersama dengan orang-orang yang tadi diangkat, dan berperang melawan orang-orang yang ada di bumi."

Papi : "Perangnya pakai senjata apa Fio, pistol, bom, meriam, atau apa?"

Fiona : "Perangnya pakai pedang papi. Pedangnya berkilau terang, tapi pedangnya Tuhan Yesus selain berkilau juga berwarna kuning, karena terbuat dari emas. Kemudian orang yang ada dibumi seperti dilemparkan bola api dari langit."

Papi : "Seperti apa bola apinya Fio?"

Fiona : "Itu pi, bola apinya ada buntutnya, seperti pelajaranku, kaya meteor. Jadi orang-orang yang ada dibumi tersebut semuanya terbakar, termasuk rajanya. Tapi walaupun terbakar, mereka tidak mati, tapi mereka terbakar terus."

=====================================================================

Kutipan Wahyu 18 : 1-24Ayat 2 : Dan Ia berseru dengan suara yang kuat, katanya : “Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, dan ia telah menjadi tempat kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis dan tempat bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci,Ayat 3 : Karena semua bangsa telah minum dari anggur hawa nafsu cabulnya dan raja-raja di bumi telah berbuat cabul dengan dia, dan pedagang-pedagang di bumi telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya.”

Ayat 4 : Lalu aku mendengar suara lain dari sorga berkata: “Pergilah kamu, hai umatKu, pergilah daripadanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya.

Ayat 5 : Sebab dosa-dosanya telah bertimbun-timbun sampai ke langit, dan Allah telah mengingat segala kejahatannya.

Ayat 6 : Balaskanlah kepadanya, sama seperti dia juga membalaskan, dan berikanlah kepadanya dua kali lipat menurut pekerjaannya, campurkanlah baginya dua kali lipat di dalam cawanpencampurannya:

Ayat 7 : berikanlah kepadanya siksaan dan perkabungan, sebanyak kemuliaan dan kemewahan, yang telah ia nikmati. Sebab ia berkata di dalam hatinya: Aku bertahta seperti ratu, aku bukan janda, dan aku tidak akan pernah berkabung.

Ayat 8 : Sebab itu segala malapetakanya akan datang dalam satu hari, yaitu sampar dan perkabungan dan kelaparan; dan ia akan dibakar dengan api, karena Tuhan Allah, yang menghakimi dia, adalah kuat.”

Ayat 9 : Dan raja-raja di bumi, yang telah berbuat cabul dan hidup dalam kelimpahan dengan dia, akan menangisinya dan meratapinya, apabila mereka melihat asap api yang membakarnya.

Ayat 10 : Mereka akan berdiri jauh-jauh karena takut akan siksaannya dan mereka akan berkata: “Celaka, celaka engkau, hai kota yang besar, Babel, hai kota yang kuat, sebab dalam satu jam saja sudah berlangsung penghakimanmu!”

Kutipan Wahyu 19 : 1-21Ayat 6 : Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: “Haleluya! Karena Tuhan, allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja

Ayat 7 : Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia.

Ayat 8 : Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!” (Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus.)

Ayat 9 : Lalu ia berkata kepadaku: “Tuliskanlah: Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba.“ Katanya lagi kepadaku:”Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah.”

Ayat 10 : Maka tersungkurlah aku di depan kakinya untuk menyembah dia, tetapi ia berkata kepadaku: “Janganlah berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama seperti engkau dan saudara-saudaramu, yang memiliki kesaksian Yesus. Sembahlah Allah! Karena kesaksian Yesus adalah roh nubuat.”

Ayat 11 : Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama:”Yang Setia dan Yang Benar”, Ia menghakimi dan berperang dengan adil.

Ayat 12 : Dan mataNya bagaikan nyala api dan di atas kepalaNya terdapat banyak mahkota dan padaNya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Ia sendiri.

Ayat 13 : Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan namaNya ialah: “Firman Allah.”

Ayat 14 : Dan semua pasukan yang di sorga mengikuti Dia; mereka menunggang kuda putih dan memakai lenan halus yang putih bersih.

Ayat 15 : Dan dari mulutNya keluarlah sebilah pedang tajam yang akan memukul segala bangsa. Dan Ia akan menggembalakan mereka dengan gada besi dan Ia akan memeras anggur dalam kilangan anggur, yaitu kegeraman murka Allah, Yang Mahakuasa.

Ayat 16 : Dan pada jubahNya dan pahaNya tertulis suatu nama, yaitu: “Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan.”

=====================================================================

Papi : "Dari waktu terjadinya pengangkatan, sampai Tuhan Yesus datang kembali untuk berperang, kira-kira ada waktu berapa lama Fio?"

Fiona : "Cukup lama sih pi, seperti 1 atau 2 tahun." (mungkin Fiona belum bisa memperkirakan berapa lama, tapi yang jelas ada jeda waktu antara rapture dan kedatangan Tuhan Yesus kembali)

Papi : "Kemudian apa yang terjadi Fio?"

Fiona : "Tuhan Yesus dan kita yang sudah menang kemudian berpesta dan makan-makan. Makanannya semuanya enak sekali." Piring dan sendoknya dari emas.

Papi : "Kamu melihat wajah Tuhan Yesus bagaimana Fio?"

Fiona : "Aku tidak bisa melihat wajahnya pi, karena berkilau terang sekali. Bajunya berwarna putih berkilauan, sendalnya Tuhan Yesus berwarna coklat. Ada banyak malaikat yang memuji Tuhan, dan ada banyak malaikat yang bermain gitar, kecapi, dan suling."

Papi : "Terus ada apa lagi Fiona?

Fiona : "Tiba-tiba pi, gedebuk, aku ditiban sama dede Bryan, jadinya aku kebangun deh pi."(memang kedua anak kami tidur dalam 1 kamar, dan kedua ranjangnya didempetkan satu dengan yang lain. Kasihan juga Fiona, karena dia sedih mimpinya terputus oleh dedenya)

Demikianlah kesaksian anak kami, semoga bisa menjadi berkat buat kita semua.

Persiapkanlah dirimu, sambut kedatanganNya, sebab Ready or Not, Jesus is Coming.

Datanglah segera Tuhan Yesus! Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kita sekalian! Amin.

=====================================================================
1 Kor 15 : 51-58

Ayat 51 :Sesungguhnya aku menyatakan suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah,

Ayat 52 :Dalam sekejab mata, pada waktu bunyi nafiri Allah yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah.

Ayat 53 :Karena yang dapat binasa ini harus mengenakan yang tidak dapat binasa, dan yang dapat mati ini harus mengenakan yang tidak dapat mati.

Ayat 54 :Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tiak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: "Maut telah ditelan dalam kemenangan.

Ayat 55 :Hai maut dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah sengatmu?

Ayat 56 :Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat.

Ayat 57 :Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.

Ayat 58 :Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

1 Tes 4 : 13-18

Ayat 13 : Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berduka cita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan

Ayat 14 : Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.

Ayat 15 : Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup, yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang telah meninggal.

Ayat 16 : Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit;

Ayat 17 : Sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan.

Ayat 18 : Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini. (GG)

Daftar Kekurangan

Seorang pria dan kekasihnya menikah dan acaranya pernikahannya sungguh megah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan.

Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.

Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, “Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan” katanya sambil menyodorkan majalah tersebut.

“Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia…..”

Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama. Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing.

Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. “Aku akan mulai duluan ya”, kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 3 halaman…

Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai mengalir…..“Maaf, apakah aku harus berhenti ?” tanyanya.“Oh tidak, lanjutkan…” jawab suaminya.

Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia, “Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu”.

Dengan suara perlahan suaminya berkata “Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang…. ”Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya…Ia menunduk dan menangis…..

Saudaraku terkasih,Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati. Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktu memikirkan hal-hal tersebut. Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan.

Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita ? Kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk. 

(2 Korintus 13:11) Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!

LORD JESUS bless you abd me, now and forever.AMEN.

John 3:16

A little boy was selling newspapers on the corner, the people were in and out of the cold. The little boy was so cold that he wasn't trying to sell many papers.

He walked up to a policeman and said, "Mister, you wouldn't happen to know where a poor boy could find a warm place to sleep tonight would you? You see, I sleep in a box up around the corner there and down the alley and it's awful cold in there for tonight. Sure would be nice to have a warm place to stay."

The policeman looked down at the little boy and said, "You go down the street to that big white house and you knock on the door. When they come out the door you just say John 3:16, and they will let you in." So he did. He walked up the steps and knocked on the door, and a lady answered. He looked up and said, "John 3:16." The lady said, "Come on in, Son." She took him in and she sat him down in a split bottom rocker in front of a great big old fireplace, and she went off. The boy sat there for a while and thought to himself: John 3:16....I don't understand it, but it sure makes a cold boy warm.

Later she came back and asked him "Are you hungry ?" He said, "Well, just a little. I haven't eaten in a couple of days, and I guess I could stand a little bit of food," The lady took him in the kitchen and sat him down to a table full of wonderful food. He ate and ate until he couldn't eat any more. Then he thought to himself: John 3:16...Boy, I sure don't understand it but it sure makes a hungry boy full.

She took him upstairs to a bathroom to a huge bathtub filled with warm water, and he sat there and soaked for a while. As he soaked, he thought to himself: John 3:16 ... I sure don't understand it, but it sure makes a dirty boy clean. You know, I've not had a bath, a real bath, in my whole life. The only bath I ever had was when I stood in front of that big old fire hydrant as they flushed it out. The lady came in and got him. She took him to a room, tucked him into a big old feather bed, pulled the covers up around his neck, kissed him goodnight and turned out the lights. As he lay in the darkness and looked out the window at the snow coming down on that cold night, he thought to himself: John 3:16 ...I don't understand it but it sure makes a tired boy rested.

The next morning the lady came back up and took him down again to that same big table full of food. After he ate, she took him back to that same big old split bottom rocker in front of the fireplace and picked up a big old Bible. She sat down in front of him and looked into his young face. "Do you understand John 3:16 ? " she asked gently. He replied, "No, Ma'am, I don't. The first time I ever heard it was last night when the policeman told me to use it," She opened the Bible to John 3:16 and began to explain to him about Jesus . Right there, in front of that big old fireplace, he gave his heart and life to Jesus. He sat there and thought: John 3:16 -- don't understand it, but it sure makes a lost boy feel safe.

You know, I have to confess I don't understand it either, how God was willing to send His Son to die for me, and how Jesus would agree to do such a thing. I don't understand the agony of the Father and every angel in heaven as they watched Jesus suffer and die. I don't understand the intense love for ME that kept Jesus on the cross till the end. I don't understand it, but it sure does make life worth living.

John 3:16 For God so loved the world, that he gave his only begotten Son, that whosoever believeth in him should not perish, but have everlasting life.

Jesus said, "If you are ashamed of me, I will be ashamed of you before my Father."



Monday, December 20, 2010

Hillsong - For all you've done

Hillsong united - I'm not ashamed

Hillsong - Touching heaven changing earth

Hillsong united - None But Jesus Ft. Brooke Fraser

Penglihatan anak Erna Tumbelaka‏

Saya akan menceritrakan Mimpi anak bungsu saya laki-laki bernama: Alsa Yesaya, 12 tahun.

Tadi pagi jam 6, tgl 5 Sept 2010, dia saya bangunkan untuk siap sekolah, & waktu Alsa bangun dia berceritra:
Mama, tadi saya mimpi, saya liat dunia ini kayak mendung, & orang2 pada sibuk semua. Tiba2 saya mendengar suara dilangit, seperti suara SOBEKan (koyakkan),
saya liat ke atas & ternyata : LANGIT SOBEK cukup panjang & lebar sobekannya.Semua orang pada ketakutan termasuk saya. Tiba2....saya terangkat naik dengan posisi kaki tetap tergantung, saya naik & dibawa kedalam lubang sobekan itu.
Saya ( Alsa ) tau lubang itu sangat gelap & sepertinya saya berada pada dimensi lain. Karena ketakutan, saya tutup mata tidak berani melihat, tapi saya tau & rasa ada cukup banyakorang yang juga dibawa kesana bersama saya. Saat saya membuka mata saya,,, saya sudah berada di atas bukit yang lebih tinggi daripada awan.
Saya tidak tau tempat apa itu. Di bukit itu,saya berbaris dengan beberapa org....

Tiba2 suara Malaikat dari arah atas berkata dengan suara Tegas : Tuhan Yesus akan segra datang kembali, & jika DIA datang, yang terjadi lebih menakutkan dari pada saatini yang sedang engkau alami & terjadi !!KataNYA lagi : Beritaukan umatKU: BERTOBATLAH !! Amin
Demikianlah Mimpi anak saya Alsa Yesaya, tadi pagi.Saudara/saudari yg dikasihi Tuhan,,,,, sebagai hamba Tuhan,, saya Erna Tumbelaka, berkewajiban memberitau & mengingatkan kita yang percaya bahwa Yesus Tuhan:
Jangan Tunda2 Pertobatanmu ! Ayo sungguh2 Bertobatlah !! Jangan sampai terlambat !! Amin Glu allKata, Alsa : Yang tidak terangkat, mereka sangat ketakutan, mereka Berdoa & terus berdoa, tapi terlambat !!Karena tetap tidak ada pertolongan bagi yang tidak terangkat !!Kata Alsa lagi, mimpi itu sampai sekarang sore ini tgl 6 Sept, masih sangat terasa Menegangkan & seperti nyata!
Anak saya, masih terus terbayang kejadian dimimpi tadi pagi itu.Anak Tuhan....Bertobatlah !!!! Amin Maranatha


By: Anaknya Erna Tumbelakabernama: Alsa YesayaLaki laki 12 tahun

"Pernyataan Tuhan" - Oleh Erna Tumbelaka‏

Pada Minggu tanggal 5 Sept 2010 jam 11 pagi....Saat itu selesai Pemberitaan Firman Tuhan, masuk Pujian Penyembahan, sementara kami menyembah Tuhan, tiba2saya ( Erna ) dibawa Tuhan ke suatu tempat dlm keadaantidak sadar. ( sepertinya tertidur, padahalsaya sedang menyembah Tuhan dgn mic ).Saya berada di "SANA" & diperlihatkan BanyakRumah2 yg indah, tapisayang ...... saya sangat heran & bertanya tanya dlm hati ....."KENAPA YA RUMAH2 INDAH INI TERLIHAT TIDAKTERAWAT - KOTOR -BERLABA LABA & TAK BERPENGHUNI !!"Tiba2 ROH KUDUS yg membawa saya mejawab pertanyaan saya yang hanya didlm hati :

Suara itu berkata : "AKU TUHAN TELAH MENYIAPKAN RUMAH BAGIANAK2KU UTK MEREKA DIAMI, TAPI SAYANG MEREKA SUDAH TIDAK LAYAK LAGI MENDIAMINYA, SEBAB MEREKA TIDAK HIDUP DALAM KEBENARAN FIRMANKU - MEREKA TIDAKMELAKUKAN APA YG TELAH KUPERINTAHKAN& MEREKA MENAJISKAN KEKUDUSANKU.SAMPAIKAN INI KEPADA ANAK2KU, AGAR MEREKA SADAR & BERTOBAT, SEBAB AKU TUHAN TELAH MENYIAPKAN RUMAH BAGIMEREKA. AMIN"

Seketika itu juga saya (erna) tersadar & tetap masih dlm posisi Menyembah TUHAN dengan mic tetap masih ditangan saya.Pesan ini sudah segera saya sampaikan pd jemaat Tuhan tempat kami beribadah.

Saudara /saudari yg dikasihi Tuhan....Saya Harus Ingatkan anda semua, Perhatikan Pesan Tuhan ini, jika ingin mendiami Rumah Yg Tuhan telah siapkan bagi kita dalam KerajaanNYA. Karna jika tetap tidak mau Sadar & Bertobat, Pastitempatnya dlm API NERAKA !!! Amin


HambaNYA
Erna T

The Pastor and his son

Every Sunday afternoon, after the morning service at the church, the Pastor and his eleven year old son would go out into their town and hand out Gospel Tracts . This particular Sunday afternoon, as it came time for the Pastor and his son to go to the streets with their tracts, it was very cold outside, as well as pouring rain.
The boy bundled up in his warmest and driest clothes and said, 'OK, dad, I'm ready.' His Pastor dad asked, 'Ready for what?' 'Dad, it's time we gather our tracts together and go out.' Dad responds, 'Son, it's very cold outside and it's pouring rain.' The boy gives his dad a surprised look, asking, 'But Dad, aren't people still going to Hell, even though it's raining?' Dad answers, 'Son, I am not going out in this weather.' Despondently, the boy asks, 'Dad, can I go? Please?' His father hesitated for a moment then said, 'Son, you can go. Here are the tracts, be careful son.' 'Thanks Dad!' And with that, he was off and out into the rain. This eleven year old boy walked the streets of the town going door to door and handing everybody he met in the street a Gospel Tract . After two hours of walking in the rain, he was soaking, bone-chilled wet and down to his VERY LAST TRACT. He stopped on a corner and looked for someone to hand a tract to, but the streets were totally deserted. Then he turned toward the first home he saw and started up the sidewalk to the front door and rang the door bell. He rang the bell, but nobody answered. He rang it again and again, but still no one answered. He waited but still no answer. Finally, this eleven year old trooper turned to leave, but something stopped him. Again, he turned to the door and rang the bell and knocked loudly on the door with his fist. He waited, something holding him there on the front porch! He rang again and this time the door slowly opened. Standing in the doorway was a very sad-looking elderly lady. She softly asked, 'What can I do for you, son?' With radiant eyes and a smile that lit up her world, this little boy said, 'Ma'am, I'm sorry if I disturbed you, but I just want to tell you that * JESUS REALLY DOES LOVE YOU * and I came to give you my very last Gospel Tract which will tell you all about JESUS and His great LOVE..' With that, he handed her his last tract and turned to leave. She called to him as he departed. 'Thank you, son! And God Bless You!' Well, the 2nd of the following Sunday morning in church Pastor Dad was in the pulpit. As the service began, he asked, 'Does anybody have testimony or want to say anything?' Slowly, in the back row of the church, an elderly lady stood to her feet. As she began to speak, a look of glorious radiance came from her face, 'No one in this church knows me. I've never been here before. You see, before last Sunday I was not a Christian. My husband passed on some time ago, leaving me totally alone in this world. Last Sunday, being a particularly cold and rainy day, it was even more so in my heart that I came to the end of the line where I no longer had any hope or will to live. So I took a rope and a chair and ascended the stairway into the attic of my home. I fastened the rope securely to a rafter in the roof, then stood on the chair and fastened the other end of the rope around my neck. Standing on that chair, so lonely and broken-hearted I was about to leap off, when suddenly the loud ringing of my doorbell downstairs startled me. I thought, 'I'll wait a minute, and whoever it is will go away.' I waited and waited, but the ringing doorbell seemed to get louder and more insistent, and then the person ringing also started knocking loudly... I thought to myself again, 'Who on earth could this be? Nobody ever rings my bell or comes to see me.' I loosened the rope from my neck and started for the front door, all the while the bell rang louder and louder. When I opened the door and looked I could hardly believe my eyes, for there on my front porch was the most radiant and angelic little boy I had ever seen in my life. His SMILE, oh, I could never describe it to you! The words that came from his mouth caused my heart that had long been dead, TO LEAP TO LIFE as he exclaimed with a cherub-like voice, 'Ma'am, I just came to tell you that JESUS REALLY DOES LOVE YOU .' Then he gave me this Gospel Tract that I now hold in my hand. As the little angel disappeared back out into the cold and rain, I closed my door and read slowly every word of this Gospel Tract. Then I went up to my attic to get my rope and chair. I wouldn't be needing them any more. You see-- -I am now a Happy Child of the KING. Since the address of your church was on the back of this Gospel Tract, I have come here to personally say THANK YOU to God's little angel who came just in the nick of time and by so doing, spared my soul from an eternity in hell.' There was not a dry eye in the church. And as shouts of praise and honour to THE KING resounded off the very rafters of the building, Pastor Dad descended from the pulpit to the front pew where the little angel was seated... He took his son in his arms and sobbed uncontrollably. Probably no church has had a more glorious moment, and probably this universe has never seen a Papa that was more filled with love & honour for his son... Except for One. Blessed are your eyes for reading this message.

Matthew 10:32 says: 'Whoever acknowledges Me before men, I will acknowledge him before My Father in heaven. But whoever disowns Me before men, I will disown him before My Father in heaven'

Happy moments, PRAISE GOD.Difficult moments, SEEK GOD.Quiet moments, WORSHIP GOD.Painful moments, TRUST GOD.Every moment, THANK GOD.

Hillsong United - One way ft. Joel Housten

Hillsong - Hosanna

Hillsong guitar workshop - Yours is the kingdom

Hillsong guitar workshop - God he reigns

St. James, Apostle (Mattew 20: 20-28)

St. James, Apostle (25 July 2010)

Text: Matthew 20: 20-28

 

Today is a day when we commemorate St. James the Apostle. All the disciples of Jesus, except Judas Iscariot, ended up being called Saints by the Church. There were other Christian leaders who were also called Saints. Who are the saints? And why are they called saints? Are they any different from you and I?

If you are to make a survey of Paul’s letter, you will be surprised to know that Paul never called believers in Jesus as Christians.  Instead he used the title “saints” about 60 times, and all of them refer to ordinary Christians. 

And yet “saint” is not a word we use much in the church today. I’ve never heard anyone calling another Christian a “saint”.  But saint was the term is used in the New Testament to refer to believers.  The Greek word translated “saint” is “hagios”, meaning “set apart one” or “holy one”. And according to Bible, every Christian is a saint – even the most obscure one.  So if you are a Christian, then you have been called to be a saint.

The Greek word for “saint” (hagios) is very closely connected with the Greek word for “holy”, and that is also not a word we like to use much either.  Possibly the reason that the word brings with it some negative images is because, when people claim to be holier than others, they tend to be quite proud.  Sometimes, the word seems to refer to someone who is different from others. So when we think about “holy people”, we imagine someone who is proud or someone who had opted to live differently from most people.

What does it really mean for us to be holy?  First, understand that the word "holy" means simply "to be set apart for a special purpose."  Many things are said in scripture to be holy.  There are holy mountains, like Sinai and Zion and the mount of Transfiguration.  The oil that was used in anointing was called "holy oil."  The city of Jerusalem was called a "holy city."  The temple was called "the holy temple".  Certain days, e.g. the Sabbath, were said to be "holy days."

But the Bible also speaks of people who are called "holy": the "holy prophets" and the "holy angels", "holy Levites", "holy men" and "holy women".  Elders and believers are called to be holy. It is also interesting to note that the Bible always has one or two stories that put these saints in a bad light. One Gospel reading for this morning is one of them.  We have heard of two brothers, James and John who asked their mother to approach Jesus and request that they be given the two top positions when Jesus became King.

James and John, in their early ministry, were interested in glory, position and rank. They wanted to be the closest to Jesus and they wanted to be higher than anyone else. And they believed that they could achieve greatness through influence.  So one day the two brothers brought their mother, Salome to Jesus so she could ask for favor on their behalf.   (Some commentators believe Salome must be Mary’s sister or cousin).  The two brothers must have believed that their mother could exercise her influence because she was Jesus’ aunty. 

The other ten disciples, when they heard of this, become very disturbed.  They realized that they had no blood relation with Jesus, and therefore, they have a lot more to lose in this power struggle, if Jesus indeed would become a King.  In some way the world has not changed much, especially on how we should achieve things.  Influence was one common method that people used to get something. It is still the same today.  Somehow, if you happen to know someone in the government who has the influence, it is easier to get things done and bypass all the red-tapes.  The person with the most money usually gets the most friends and because of his influence, he usually gets the job or the contract, and we think of him or her as the greater person.

But Jesus shatters this belief by confronting the two brothers (verse 22-23) and then by confronting the twelve (v. 25-26) with a new standard.  He also looks at us today and disagrees with us. From Jesus’ point of view, a person is great not because of his influence, but because of his service. Jesus says in verse 27, that whoever wants to be great should become a slave. You know that a slave has very little influence.  The lesson here is: if we want to be great in the eyes of God, we should not use influence to get to where we want: we must not try to wriggle our way into positions of power in the church. If you want to exercise godly influence, don’t play politics in church.  Godly influence can only be achieved through servanthood.

Second, greatness in the kingdom of God involves some difficulty. After Salome boldly makes her request, Jesus responds rather bluntly: “You don’t know what you are asking. Can you drink the cup I am going to drink?”  The word “cup” was a symbol of suffering or affliction. In the Garden of Gethsemane, Jesus prayed in Matthew 26:39: “My Father, if it is possible, may this cup be taken from me. Yet not as I will, but as you will.”

Interestingly, both brothers answer this pointed question with complete confidence by saying, “We can.”  Jesus says to them in verse 23: “You will indeed drink from my cup…”  He reminds them that if they want glory they must be prepared for some grief. While we don’t always know in advance how much we’re going to suffer, we do know that if we’re serious about following Christ and serving Him wholeheartedly, we will face difficulty.  Philippians 1:29: “For it has been granted to you on behalf of Christ not only to believe on him, but also to suffer for him.” James didn’t suffer long but he lost his life as the first of the twelve to be martyred (Acts 12:2). John, however, lived to be about 95 but his life was filled with difficulty, and in the end he was banished to the island of Patmos. In Revelation 1:9, this is what he wrote: “I, John, your brother and companion in the suffering and kingdom and patient endurance that are ours in Jesus, was on the island of Patmos because of the word of God and the testimony of Jesus.”

If we are serious about serving, we must be prepared to experience some inconveniences, and be ready to suffer.  The two brothers had different experiences: the older brother was killed by the sword; the younger brother suffered as an exile.  We don’t know what can happen to us when we offer ourselves to serve.  To “drink of the cup” not only means that we are called to suffering: it also means that we are to remain faithful to the end. This phrase was understood to mean to drain the entire cup until it was emptied.

I believe in God’s blessing and I believe that God wants to prosper us, but if people are promoting it as a piece of cake, or if they tell you that you suffer because you have committed big sins; or if you are poor because you are under curse – I don’t accept such teaching.  This morning Jesus clearly reminds us about taking a cup of suffering, if we are to seek greatness in his kingdom. It means that we cannot escape suffering of some sort in this life, if we follow Christ.  It should cost us something when give ourselves to serve Christ!

Third, a holy and saintly life involves putting others first.   The disciples by implication think that greatness is a product of being the leader or being in the position close to the King.  They believe that the number one guy is the one who is greatest.  When the ten disciples saw that James and John were trying to grab the power positions, verse 24 says: …they were indignant with the two brothers.”  They were really mad that these two men were using a relative of Jesus to get special treatment. The spiritual attitude of the ten was not any better than that of the two.  I don’t think they were going to give up the top positions without a fight.  

So Jesus addressed this false belief by telling them that greatness is not a result of headship.  This is an important Christian principle: Christian greatness comes not because the person is in control; rather a great person submits to the one above him, and serves those under him.  

From a Christian perspective greatness is the product of your submission and service.  But when Christians seek to put themselves first or seek to control others, it will always result in dissension. When we think only of ourselves, community breaks down and unity is replaced with division and backbiting. That is why one of the best things we can do as a church is to serve together. A church that serves together stays together.

It is interesting to note how Jesus deals with the matter.  In the first part of verse 25 it says: “Jesus called them together…”  That is exactly what needs to happen when there is tension and strife. We need to come together.  

Jesus knew their main problem was their selfishness and so he called them together. He did not take the two brothers aside and scolded them, nor did he slam the ten for being indignant. He brought them back to community and then gave them a lesson in how differently things were to run in His kingdom. He said, “…You know that the rulers of the Gentiles lord it over them, and their high officials exercise authority over them.”

The disciples knew the Gentile model of authority very well. The kings, governors and the army generals were brutal, who showed little regard for the Jewish people.  In verse 26 told them: “Not so with you...” he was telling them that a Christ-follower must not operate this way.  The world’s way teaches that we should spend all our energy to get to the top and after we get there we can boss other people around.  But Jesus’ way is through serving and submission.  In the family of God there is only one category of people: servants.  Notice the rest of this verse and verse 27: “…Instead, whoever wants to become great among you must be your servant, and whoever wants to be first must be your slave.” This was a counter-cultural and radical teaching.

Here’s the principle: If we want to become truly great then we must give up our personal rights and serve others.  We need to be repeatedly reminded that our central ambition should be to minister to people, not to be respected and feared by them.

That leads us to a final point: we must follow the example of Jesus. In verse 28 he said: “Just as the Son of Man did not come to be served, but to serve, and to give his life as a ransom for many.”   Jesus wasn’t focused on keeping His position and getting more.  He served the needs of others and then demonstrated the ultimate act of servanthood when He gave His life on the cross.  The true standard of greatness is the Savior’s pattern of self-sacrifice.  Honestly, I find it is a hard teaching. We, by nature, would prefer to put ourselves first rather than others. But if we are to be followers of Jesus we have to obey his words.  

And Saints are not born. They are developed over the years through trials and errors. The two brothers made a great mistake by asking for top positions. But they learned from their mistakes and humbly submit themselves to God. We too can be saints just like them, only if we are willing to learn to be humble, submissive and staying committed.  We shall make mistakes along the way, but these are our means of learning.   

Living, not in fear but in faith (Luke 12: 32-40)

Sermon: St. Margaret’s Church

Trinity 10 (8th August 2010)

Theme: Living, not in fear but in faith (Luke 12: 32-40)

 

 

I have put up a theme for today as “Living, not in fear but in faith”.  I should be talking about faith, but first I want to deal with the thing that is an obstacle to faith – fear. Fear is a reality that we all experience. When Jesus consoled his disciples and told them not to have fear, it shows us even Jesus’ close disciples have fears.  So we have a question to answer: Is it okay to have fears as a Christian? 

Before we answer the question, let us first define what fear is.  The dictionary defines it as: an emotion experienced in anticipation of some specific pain or danger; be afraid or scared of; be frightened of; be uneasy or apprehensive; reverence: regard with feelings of respect and reverence; consider hallowed or exalted or be in awe of.

It was said that we are all born with two basic fears: fear of falling and fear of noise. And as we grow up we start developing other fears or phobias: fear of darkness, fear of insects or snakes; fear of enclosed space; fear of height and hundreds of other fears.

The Bible speaks of two kinds of fear.  First, there is the fear that is commanded. This is the fear of God, a fear that involves respect, honour, reverence and a sense of awe. We read of this type of fear in the book of Acts.  Then the church throughout Judea, Galilee and Samaria enjoyed a time of peace. It was strengthened; and encouraged by the Holy Spirit, it grew in numbers, living in the fear of the Lord (Acts 9:31 - NIV).  This kind of fear leads to the church, and to individual believers, becoming alive and active as they carry out their mission from God, a mission to lead a life of holiness and to reach others for Christ.

The second fear found in the Bible is the fear that is forbidden. This kind of fear is born of alarm, fright, terror, anxiety, distrust and dread. We are commanded to not to have these fears because they are the result of our lack of trust in God and in His purpose and plan for our lives.  Romans 8:31 tells us that if God is for us, who can stand against us?  In Luke 12: 4-5 Jesus said, "I tell you, my friends, do not be afraid of those who kill the body and after that can do no more. But I will show you whom you should fear: Fear him who, after the killing of the body, has power to throw you into hell. Yes, I tell you, fear him".

However, there is a difference between fear and caution.  We take caution because it helps us to stay alive and healthy. It is this type of fear that makes us to be careful when we do things.  Caution protects us and keeps us from being harmed. And it is precaution that can keep us healthy.  For example, when our children are born we get them vaccinated against certain deadly diseases. When we have done that we no longer worry about them being infected by these deadly diseases as they grow up.  I shall not speak much about this positive fear because it is the negative fear that we should deal with and overcome.  Let us look at some of our fears and how we may react to those fears:

In Matthew 25 we read the story of the talents. Three men are each given some talents of silver to manage while their master is away. The first two men invested wisely and were able to show a profit which pleased their master. The third man was afraid and buried the talents. Then Matthew 25: 24-25 tells us: "Then the man who had received the one talent came; 'Master,' he said, 'I knew that you are a hard man, harvesting where you have not sown and gathering where you have not scattered seed. 25So I was afraid and went out and hid your talent in the ground. See, here is what belongs to you.'  

He was afraid and went and hid the talent in the ground. In his fear he reveals some common fears we may suffer from.  First he showed a fear of failure. He was afraid that he would suffer losses, so instead of investing the money, he did nothing. Fear of failure can be a fear that paralyzes us.  In fact it can stop you from doing things that you can actually do.

He also shows a fear of taking responsibility.  He said to the master, “I know you are a hard man ... so I was afraid”.  He was afraid of what the master would say and think about him if he failed. This fear led him to avoid doing the right thing.  Sometimes we know that there are things that need to be done, but we don’t dare to make the first move – we fear what people will say.  Or we may have some good ideas, but we dare not speak out because we fear that people will laugh at us.

There are other fears that are common to many people. For example, we fear the unknown. There are many people who sit by wishing and hoping for change but don't dare do anything because they are afraid of the unknown.  They are dreamers, but they don’t want to take the risk because they fear things will not work out as expected.  But some dreamers don’t just dream: they turn their dreams into realities and making them into discoverers, pioneers and inventors.  

Another area of fear for many people is the fear of old age because old age brings with it a number of handicaps and a sense of helplessness. So that is why some people, instead of aging gracefully, they go for plastic surgery, face lifts, tummy tucks, implants and many other surgeries.  We fear old age because we are afraid that younger people will see us as irrelevant or as a hindrance to change and progress.

Some of us think that we are too old to be of any good. But the Bible tells us that God respects the elderly.  Sometimes, God purposely wait for you to become old before he starts using you for a special purpose. For example, he used Moses at age 80 to lead Israel out of Egypt, and called Abraham and told him to go to the Promised Land when he was 75 years old.  Last Sunday I spoke to elderly people about young people. Now I have something to tell to those who are young about elderly people. Those of us, who live with elderly people, should not regard it as a burden: we are blessed because there are so many things we can learn from elderly people – if we care to ask them. Those of us who still have elderly parents, I also have something to say to you: our children are watching how we take care of our elderly fathers and mothers.  If they learn that you are treating your elderly parents or in-laws lovingly, that is how they are going to treat you when you get old. So even if you don’t live with your parents, you must try to visit them regularly with your children or invited them to your homes.  This one way how we overcome our fears of old age – teach our children to take care of us: when we know our children are going to take good care of us when we get old, we have no fear that we shall be neglected and abandoned.

I try not to tell too many personal stories in a sermon, but last night I received a message from my sister in Sri Aman through Facebook.  I feel that I have to share with you what happened.  My sister told me that our mother has lost much of her memory – and the sad thing is she cannot recognise my sister who is looking after her.  She thinks that she is staying with a kind stranger.  But she remembers me, and she keeps on asking the same questions everyday - when will I visit her again?   When a personal matter like this is related to a sermon you are going to preach, it is hard not to do anything.  I may have to apply for a short leave this week.    

Perhaps the most common fear that many of us have is the fear of death.  If you think hard about it, it is funny that we are afraid of the one thing that nobody can avoid.  As Christians we shouldn't fear death.  I know that death is sometimes connected with illness and pain, but we also need to see that death is part and parcel of the plan of God. It will happen at the proper time in our lives, the time that God decided is right for us.  Paul, in 2 Corinthians 5: 6-8 has a reminder for us.  He says, “Therefore we are always confident and know that as long as we are at home in the body we are away from the Lord. We live by faith, not by sight. We are confident, I say, and would prefer to be away from the body and at home with the Lord.”

We need to confront our fears, no matter what fears we face.  If we do not confront them and handle them properly, then we shall live with the negative consequences.

First, fear has the power to make our lives a wretched experience and can even warp our personality.  In the story of the talents, the third man had a negative viewpoint of his master. He saw things in his master that caused him to fear and eventually these fears developed to the point where he was afraid to function. He feared displeasing his master and eventually his fears came true.

Another man who let his fears overcome him is found in Matthew 14.  It was the story of Peter who was out in the boat one night with the other disciples; and they saw Jesus walking across the water towards them. The disciples cowered in fear thinking that they were seeing a ghost.  But Jesus immediately said to them: "Take courage! It is I. Don't be afraid." "Lord, if it's you," Peter replied, "tell me to come to you on the water." "Come," he said.

Then Peter got down out of the boat, walked on the water and came toward Jesus. But when he saw the wind, he was afraid and, beginning to sink, cried out, "Lord, save me!" (Matthew 14:27-30).

Peter knew that a man could lose his life on the waters. He also knew that Jesus could also stop him from sinking in the water.  But he allowed fear to take the upper-hand. He stopped walking, took his eyes off of Jesus and started looking at the waves, and therefore began to sink.

We often do this in our own lives and in the lives of others.  We say or think negative words that speak to our fears so much so that what we fear will eventually happen to us.  Some people say that it is like putting a curse upon ourselves.

Researches conducted all over the world have shown that fear can also cause illness. It has been estimated that up to 85% of the emotional and physical ills that people suffer are brought on by unhealthy fear in their lives. Stomach ulcer is one of them.  When people let fears consume them they become more anxious: they can’t eat or sleep properly; and eventually the stress will take a toll on their bodies.

Now, how do we overcome our fear?   There are a few things to keep in mind as we live to overcome fear in our lives.  First, we need to remember that irrational fear is forbidden in the Bible. Proverbs 28:1 tells us that it is the wicked people who have such fear: “The wicked man flees though no one pursues, but the righteous are as bold as a lion

Second, we need to make sure that we are putting Jesus Christ on the throne of our lives. Peter gives a good advice, "Do not fear what they fear; do not be frightened. But in your hearts set apart Christ as Lord” (1 Peter 3:14-15).  When we put Christ in the proper place of our lives we learn to trust in God. Faith is the enemy of fear. You cannot have faith and fear together; it is either faith or fear. So trust in Christ, have faith in God and fear will lose its power over you. And that is what our epistle reading reminds us of this morning.  Therefore, we need to make sure that we are leaning on Christ and trusting in His strength.

Finally, we need to pray. Prayer reminds us that God is big and we are small. Prayer reminds us that God does care and He can do all the things we cannot do.  Paul tells the Ephesians to keep on praying. He writes, “And pray in the Spirit on all occasions with all kinds of prayers and requests. With this in mind, be alert and always keep on praying for all the saints. Pray also for me, that whenever I open my mouth, words may be given me so that I will fearlessly make known the mystery of the gospel, for which I am an ambassador in chains. Pray that I may declare it fearlessly, as I should” (Ephesians 6:18-20).

To conclude, I want to point out one thing in life that feeds our fears more than anything else. That one thing is worry. Christians should not be burdened by worries.  Jesus said, "Who of you by worrying can add a single hour to his life? Since you cannot do this very little thing, why do you worry about the rest?"

If you always worry about a lot of things you need to reflect on the words of Jesus recorded in Luke 12: 22-34. Let His words carry you through life, a life where worry and fear will have less of an effect on you with each passing day.